TOMOHON—Peringatan keras Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bagi jajaran Pemerintah Kota Tomohon yang tidak berlaku netral atau membuat keputusan dan/atau menguntungkan atau merugikan pasangan calon dalam Pemilihan Kepala daerah (Pilkada) tahun 2024.
Ketua Bawaslu Tomohon Stenly Kowaas mengungkapkan, sesuai Undang-Undang 10 Tahun 2016 tentang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, pada
Pasal 71 ayat 1 ditegaskan bahwa pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Sanksi pidana sendiri tercantum dalam Pasal 188 Undang-Undang 10 Tahun 2016, yang bunyinya ‘’Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah)’’.
Kowaas menegaskan, jika ada laporan atau temuan dugaan tindak pidana pemilihan, yang kemudian setelah proses penanganan pelanggaran dilaksanakan bersama Kepolisian dan Kejaksaan atau Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), ditemukan unsur-unsur yang menguatkan dugaan pelanggaran terkait pasal 71 dimaksud, maka pejabat yang terlibat akan menerima konsekuensinya.
“Pejabat negara dan pejabat aparatur sipil negara itu mestinya jadi teladan. Bukan justru melakukan hal-hal yang melanggar aturan sekaligus tidak patut dicontoh,” tegas Kowaas.
Pimpinan Bawaslu Tomohon Yossi Korah dan Handy Tumiwuda mengajak semua elemen masyarakat Tomohon untuk ikut terlibat melakukan pengawasan, dan juga melaporkan tindakan-tindakan tercela dari oknum-oknum pejabat Aparatur Sipil Negara.
‘’Kalau ada laporan, harus disertai bukti yang otentik, akurat dan memang fakta terjadi di lapangan, seperti foto dan video,” ungkap Korah dan Tumiwuda.
Korah menjelaskan, terkait dugaan pelanggaran pidana, ada prosedur yang harus ditempuh Bawaslu. Menurutnya, setelah ada laporan atau temuan, Bawaslu akan melakukan kajian pemenuhan syarat formil dan materil, sebelum kemudian meregisterkannya.
Setelah kajian awal laporan/temuan diregister, Bawaslu bersama Gakkumdu akan melakukan beberapa langkah seperti penelusuran, pemeriksaan bukti-bukti, pemanggilan klarifikasi saksi-saksi, pelapor dan terlapor.
Bisa juga ada keterangan dari saksi ahli. Setelah itu, pihak Gakkumdu akan melakukan rapat bersama untuk mengkaji keterpenuhan sejumlah unsur dan pasal-pasal yang terkait. Jika memenuhi, dilakukan pleno untuk dijadikan temuan dan diserahkan ke pihak kepolisian untuk dilakukan penyidikan.
‘’Kemudian, dalam kurun waktu tertentu dilimpahkan ke kejaksaan dan berlanjut ke pengadilan. Karena ini tindak pidana pemilihan, prosesnya memang lebih cepat dari pidana umum pada umumnya,’’ beber Korah dan Tumiwuda. (red)