SANGIHE- Muatan balik Tol Laut dari Pelabuhan Nusantara Tahuna ke Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya mengalami penurunan sangat drastis. Jika sebelumnya muatan balik bisa mencapai 35 kontainer, namun semenjak bulan April 2024 tersisa 15 kontainer dan bulan Mei 2924 tinggal 13 kontainer.
Hal ini diungkapkan Kepala Sub Cabang (Kasubcab) Sarana Bandar Nasional (SBN) PT Pelni Tahuna, John Salettia, kepada wartawan, di Pelabuhan Nusantara Tahuna, Senin (13/5/2024).
“Memang Muatan balik Tol Laut dari Tahuna ke Surabaya mengalami penurunan sangat drastis. Kalau sebelumnya muatan balik bisa mencapai 35 kontainer, namun semenjak bulan April tersisa 15 kontainer dan bulan ini, tinggal 13 kontainer,” ujar Salettia.
Terkait kondisi tersebut, Kepala Dinas Perindag Sangihe, Muhhamad Rivai Mahdang, membenarkan soal menurutnya muatan balik Tol Laut ke Surabaya. Ia mengatakan, penyebabnya, karena stok barang seperti kayu kelapa mengalami penurunan, lantaran kayu kelapa tua yang ada di Sangihe sudah mulai berkurang.
“Dampak dari menurunnya muatan balik toll laut menjadi perhatian serius bagi pelaku industri maritim di Surabaya. Penurunan ini disebabkan oleh berkurangnya stok muatan balik seperti kayu kelapa, barang bekas/besi tua, dan gardus dari sejumlah pengepul,” ujar Rivay.
Dikatakannya, dari data yang dihimpun, stok kayu kelapa, salah satu komoditas utama muatan balik, mengalami penurunan signifikan. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya pasokan kayu kelapa tua serta penyesuaian kualitas kayu kelapa sesuai dengan permintaan pengusaha di Surabaya.
Selain kayu kelapa, penurunan juga terjadi pada barang bekas/besi tua dan gardus. Para pengepul melaporkan penurunan permintaan dari Surabaya untuk setiap jenis barang muatan baik tersebut. Meskipun permintaan akan ikan masih stabil, namun jumlah dan waktu permintaan harus disesuaikan dengan kondisi pasar.
Menurutnya, Para pelaku industri maritim di Surabaya berharap adanya langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan untuk mengatasi penurunan ini, termasuk upaya peningkatan pasokan stok muatan balik yang dibutuhkan oleh kota ini. Dengan demikian, diharapkan dapat memulihkan kembali kelancaran arus muatan balik toll laut ke pelabuhan tujuan di Surabaya.
Ketika ditanya soal kurangnya minat para pengusaha daerah menggunakan jasa tol memuat hasil bumi seperti, Kopra, Pala dan cengkih, Rivay mengatakan, terkait hal itu telah dilakukan soaislisasi penggunaan toll laut semenjak berlakunya Gerai Maritim tahun 2004, para pengusaha daerah lebih memilih pengiriman via Bitung dan Manado, waktu dan proses transaksinya lebih cepat. Sedangkan selisih ongkosnya hanya sedikit saja. (d’frendy)