JAKARTA — Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) menyepakati sinergitas tindak lanjut hasil pemeriksaan yang berindikasi kerugian negara/daerah atau unsur pidana dengan kepolisian dan kejaksaan. Kesepakatan itu dituangkan dalam bentuk Nota Kesepahaman yang ditandatangani oleh Ketua BPK RI Agung Firman Sampurna, Kapolri Jenderal Idham Azis, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin, di Jakarta, Selasa (11/08/2020).
Ketua BPK dalam sambutannya menjelaskan bahwa nota kesepahaman dengan polisi dan jaksa itu sebenarnya bukan hal yang baru. Dalam UU 15 Tahun 2004 dinyatakan bahwa apabila dalam pemeriksaan BPK ditemukan kerugian negara dan/atau unsur piada, BPK segera melaporkan kepada instansi yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini instansi yang berwenang adalah Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK.
“Nota Kesepahaman antara BPK dan Kejaksaan, serta BPK dan Polri, serta yang sebelumnya BPK dan KPK akan menjadi langkah baru untuk berkolaborasi tidak saja dalam tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK, namun juga memperkuat kelembagaan kita bersama,” ujar Agung.
Selain menyepakati tindak lanjut hasil pemeriksaan yang berindikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana, kesepahaman BPK-Polri meliputi pertukaran data dan informasi; pemeriksaan investigatif; perhitungan kerugian negara, pemberian keterngan ahli, peningkatan kapasitas dan/atau pemanfaatan sumber daya, serta bantuan pengamanan.
Sementara kesepahaman BPK-Kejaksaan meliputi koordinasi dalam rangka mendukung penegakan hukum yang meliputi tindak lanjut hasil pemeriksaan investigatif dan tindak lanjut permintaan pemeriksaan investigatif, penghitungan kerugian negara/daerah, dan pemberian keterangan ahli; penerangan dan penyuluhan hukum serta sosialisasi pencegahan tindak pidana di bidang keuangan negara, bantuan hukum, pertimbangan hukum, penegakan hukum, serta tindakan hukum lainnya; optimalisasi pemulihan aset; pengembangan kapasitas SDM; serta pertukaran data.
Penandatanganan Nota Kesepahaman itu juga dihadiri secara fisik oleh Ketua KPK Komjen. Pol. Drs. Firli Bahuri, dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh, Ak., MBA. Juga disaksikan oleh para Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda), Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati), pejabat di lingkungan BPK, Kapolres, dan Kejaksaan (Kajari) seluruh Indonesia secara virtual. Ada 11 provinsi yang diikutkan dalam siaran virtual, termasuk Sulawesi Utara.
Pada waktu yang bersamaan dilakukan komitmen bersama antara Kepala BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Utara Karyadi, S.E., M.M., Ak., CA., CFrA., CSFA. bersama Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara Andi Muh Iqbal Arief, SH., M.H. dan Wakapolda Sulawesi Utara Brigjen. Pol. Drs. Yadi Suryadinata, M.Si.
Kepada wartawan Karyadi mengatakan bahwa Sulut merupakan salah satu yang dipilih karena punya cukup banyak entitas dan penanganannya cukup lambat, dalam arti tindak lanjut.
“Tindak lanjut di Sulawesi Utara ini hanya hanya 73 persen lebih. Belum mencapai 75 persen. Sehingga ke depan kami akan melakukan MoU yang turunannya perjanjian kerjasama semacam pertukaran informasi data dan sebagainya,” ujar Karyadi. “Termasuk juga akan ada audit forensik atau investigasi audit bersama. Baik melibatkan BPK, BPKP, Kejaksaan, dan Kepolisian. Sehingga selama ini terkesan sendiri-sendiri, ke depan akan bersinergi satu tim untuk pemberantasan korupsi di Sulawesi Utara,” tambah Karyadi.
Kegiatan di BPK Sulut dihadiri pula oleh Kepala BPKP Perwakilan Provinsi Sulawesi Utara Dr. Setya Nugraha, MIBA, Direskrimsus Polda Sulut, Asbin, Aspidsus, Asintel, Asdatun Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara.(red)