MANADO–Proses penanganan dugaan pelanggaran kode etik oknum ASN di Bitung di Pilkada 2024 yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi Sulut mendapatkan apresiasi dari beberapa penggiat kepemiluan. Menurut mereka, apa yang dilakukan oleh Bawaslu merupakan prosedur normal dan biasa, dan lazim terjadi di hampir semua kabupaten/kota di Sulut bahkan Indonesia.
“Sebenarnya ini normal saja, karena memang sudah jadi kewenangan standart Bawaslu. Di Sulut bisa saja sudah ratusan ASN yang ditangani oleh Bawaslu kabupaten/kota karena kasus yang sama, dan relatif tidak ada reaksi berlebihan dari para ASN tersebut. Makanya jadi aneh kalau ada yang memberikan respon berlebihan,” ujar Akademisi Unsrat Dr Yudi Dien.
Menurutnya, satu hal yang patut diingat bahwa rekomendasi Bawaslu terkait dugaan pelanggaran kode etik ASN bukanlah berbentuk vonis final. Karena yang menentukan kadar hukuman apakah kategori ringan, sedang dan berat adalah Badan Kepegawaian Negara (BKN). “Sesuai regulasi, batasan kewenangan Bawaslu hanya merekomendasikan. Tidak lebih. Apakah dihukum atau tidak, itu wilayah BKN. Makanya saya pribadi justru mengapresiasi Bawaslu yang concern dengan pengawasan netralitas ASN,” ungkap sosok yang juga dikenal sebagai penggiat Pemilu ini.
Ia juga menegaskan, Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menyatakan bahwa pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.
UU ASN Nomor 20 Tahun 2023 bertujuan untuk membangun aparatur sipil negara yang profesional, netral, dan bebas dari intervensi politik. “Jadi aturannya sudah konkrit dan tegas,” katanya.
Hal yang sama disampaikan oleh akademisi FISIP Unsrat Dr Jericho Pombengi MSi. Menurutnya langkah dan prosedur yang dilakukan Bawaslu Sulut sudah tepat. Malah akan jadi aneh kalau Bawaslu malah mendiamkan dugaan pelanggaran netralitas ASN. “Bawaslu Sulut sudah on the right track terkait kasus ini. Malah kami mendorong agar di Pemilu dan Pikkada ke depan Bawaslu lebih agresif menindak ASN yang tidak netral.” ungkapnya.
Ia menambahkan, kasus ini diharapkan jadi salah satu bahan pelajaran berharga agar ke depan ASN untuk tidak melakukan tindakan yang mengarah pada keberpihakan kepada peserta Pemilu maupun Pilkada. “Saya tahu Bawaslu sudah berulang-ulang dalam banyak kesempatan menyampaikan imbauan agar ASN netral di Pilkada. Dan juga ASN itu sudah disumpah dan ada kode etik untuk wajib netral. Kalau melanggar, jangan salahkan Bawaslu kalau mereka menyampaikan rekomendasi ke BKN,” tegas Pombengi.
Seperti diketahui, kasus ini bermula dari laporan masyarakat tentang
jejak digital menunjukkan bahwa pada hari pencoblosan, 27 November 2024, oknum ASN inisial EHK diduga merekam video dirinya bersama sejumlah ASN Pemkot Bitung di rumah salah satu pasangan calon. Dalam video tersebut, ia terlihat terlibat dalam penghitungan suara, yang diduga melanggar ketentuan netralitas ASN.
Ketua Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Sulut, Zulkifli Densi, menjelaskan bahwa surat tersebut adalah Form A17, yaitu pemberitahuan status laporan. “Surat itu adalah hasil penanganan pelanggaran berdasarkan laporan masyarakat yang diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan Bawaslu adalah merekomendasikan tindak lanjut kepada instansi terkait, sesuai jenis pelanggaran. Selebihnya adalah kewenangan instansi tersebut,” kata Zulkifli, Minggu (15/12/2024). (red)