JAKARTA—Dalam rangka pemantauan dan evaluasi Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) dan Peraturan Daerah (Perda) Tata Kelola Pemerintahan Desa, Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Rabu (4/12/2024) menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bertempat di Ruang Rapat Sriwijaya Lantai 2, Gedung B DPD RI.
Tujuan RDPU adalah untuk mendapatkan pandangan dan masukan secara komprehensif dari pakar kebijakan publik FISIP UNJANI, pakar otonomi daerah dan desa Fakultas Ilmu Administrasi UI, dan Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa (P3PD) Ditjen Bina Desa Kemendagri.
Ketua BULD DPD RI Ir Stefanus BAN Liow MAP bersama Wakil Ketua I Dr Drs Marthin Billa MM (Kalimantan Utara), Wakil Ketua II H Abdul Hamid SPi MSi (Riau), dan Wakil Ketua III Agita Nurfianti SPsi (Jawa Barat) mengatakan, BULD merupakan salah satu alat kelengkapan di DPD RI yang terus menunjukkan eksistensi maupun peranannya di daerah, sebagai lokomotif dan motor penggerak dalam kerangka harmonisasi legislasi pusat-daerah.
Kegiatan RDPU tersebut menghadirkan 3 narasumber, yaitu Dr Riant Nugroho MSi (pakar kebijakan publik FISIP UNJANI), Prof Dr Irfan Ridwan Maksum MSi (pakar otonomi daerah dan desa Fakultas Ilmu Administrasi UI), dan Ismail A Zainuri SP MSi (Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan DesaP3PD/Ditjen Bina Desa Kemendagri).
Dalam forum RDPU ini dihadiri oleh para anggota BULD DPD RI, dan mendapatkan apresiasi atas paparan yang disampaikan oleh ketiga narasumber tersebut.
Riant menyampaikan banyaknya stakeholders yang terlibat di desa (kementerian, lembaga, badan, parlemen, hingga KPK) menjadikan desa mengalami kesulitan dan bingung dalam menjalankan pemerintahannya, sehingga peran pusat sangat dominan, dan tidak bisa otonom.
‘’Kebijakan dana desa saat ini cenderung bukan untuk meningkatkan kesejahteraan desa, bahkan mengakibatkan tsunami fiscal,’’ katanya seraya memberikan rekomendasi ke depan kebijakan desa mempunyai nilai-nilai luhur tanpa meng’kota’kan atau membuat desa sebagai ‘korban’ dari kota.
Pernyataan senada disampaikan oleh Irfan. Menurutnya, perlu adanya evaluasi atas ketergantungan masyarakat desa terhadap kota. Selain itu, perubahan masyarakat desa juga tergantung pada perubahan sistem ekonomi, sosial, dan politik dalam pembangunan desa, termasuk ketidaksamaan BUMDes antar desa menjadi faktor yang mempengaruhi dinamika pembangunan desa.
‘’Otonomi asli desa semestinya dikuatkan, sementara pelaksanaan UU Desa cenderung ke arah keseragaman,’’ kata Irfan.
Selanjutnya Ismail menyampaikan Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa (P3PD) dibentuk untuk memperkuat tata kelola pemerintahan desa dan memperkuat kapasitas kelembagaan atau institusi desa khususnya memperbaiki kualitas belanja desa.
Ismail mengakui di lapangan masih banyak problematik, di antaranya terbatasnya kapasitas pememerintah daerah dan pemerintah desa, kurangnya transparansi pemerintahan desa, kurangnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan pengawasan desa, dan terbatasnya akses jaringan informasi di desa.
Beberapa anggota BULD DPD RI yang hadir juga turut memberikan tanggapan dan pendalaman beberapa isu strategis di daerahnya masing-masing, di antaranya Yance Samonsabra dari Provinsi Papua Barat, menyoroti saat ini P3PD (Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa) ditangani beberapa kementerian, termasuk perlunya evaluasi kembali BUMDes.
Selanjutnya, Elviana dari Provinsi Jambi menegaskan DPD harus mendorong otonomi dana desa, karena selama ini banyak intervensi pusat terkait dana desa.
‘’Jangan titipkan program pusat ke dana desa, DAU rasa DAK, atau sebaliknya,’’ tegas Elviana.
Anggota BULD DPD RI asal Provinsi Sulawesi Tengah Rafiq al-Amri mengkritik selama ini penggunaan anggaran desa dipotong-potong, sehingga penggunaannya tidak dapat optimal. Kemudian Sularso, dari Provinsi Papua Selatan menyoroti banyaknya pengaturan dana desa yang ditetapkan masing-masing kementerian, di antaranya kemenkeu, kemendes, dan kemendagri.
Hal inilah semakin kuat untuk didorong dalam kebijakan pengelolaan dana desa seharusnya menjadi otonom dengan mempertimbangkan perbedaan kondisi dan kebutuhan tiap daerah, termasuk di Papua Selatan.
Sementara Ratu Tenny Leriva dari Provinsi Sumatera Selatan menyoroti belum jelasnya pengaturan pengelolaan dana desa untuk ketahanan pangan, gizi, dan lainnya. Ratu menyampaikan bahwa di Sumatera Selatan terdapat program pangan mandiri, yang berhasil merubah mindset dari konsumtif ke produktif dan dapat menekan angka stunting tertinggi di tahun 2023.
Anggota BULD lainnya yang turut menyoroti yaitu Ismeth Abdullah, dari Provinsi Kepulauan Riau, yang menekankan semestinya koperasi desa diberdayakan, selanjutnya juga ada perbaikan tempat tinggal, rumah ibadah, sekolah, dan fasilitas umum lainnya. Banyaknya koperasi yang ditutup karena tidak adanya pembinaan oleh pemerintah pusat.
Kemudian, Ahmad Bastian SY dari Provinsi Lampung, menyoroti selama ini posisi desa seperti anak selir, bukan putra mahkota. Bastian mengatakan melihat desa tergantung kepentingan rezim. Untuk pemerintahan saat ini ada harapan baru melalui asta cita, salah satunya membangun dari desa untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.
Terakhir, Lalita dari Provinsi Papua, menanyakan kepada narasumber terkait konsekuenasi yuridis apabila kepala daerah tidak melaksanakan administrasi pemerintahan dan terkait efektivitas hasil pengawasan DPD RI.
Berbagai dinamika yang berkembang dalam forum RDPU tersebut kemudian semakin menguatkan bahwa DPD RI melalui BULD untuk mendorong kepada pusat adanya otonomi dana desa, sehingga desa makin otonom, dan mengembangkan potensi lokal sesuai dengan karakter, kebutuhan, dan kondisi masing-masing desa setiap daerah. (*/red)