Tomohon

Meski telah Ditetapkan, APBDP Bisa Saja Dibatalkan Kemendagri

1382
×

Meski telah Ditetapkan, APBDP Bisa Saja Dibatalkan Kemendagri

Sebarkan artikel ini
Tomohon, Gerard Lapian, APBDP, Kemendagri

    Gerard Jonas Lapian SE MAP

TOMOHON–Pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBDP) Tahun 2024 Kota Tomohon sudah memasuki tahap finalisasi dan tinggal menunggu untuk ditetapkan. Hanya saja, meski telah ditetapkan, bisa saja dibatalkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) jika tidak melalui mekanisme yang benar.

Menurut Pasal 155 ayat 2 UU Nomor 23 Tahun 2014, Menteri Dalam Negeri dapat membatalkan peraturan daerah atau keputusan DPRD yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Dengan demikian, jika APBDP dibahas tanpa melalui mekanisme yang benar, seperti pembentukan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) dan pimpinan DPRD definitif, Perda tersebut dapat dibatalkan oleh Kemendagri.

”Ini sudah jelas diatur. Jadi, jangan coba-coba melanggarnya,” tegas Gerard Jonas Lapian SE MAP, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tomohon periode 2024-2029 dari Partai Golkar.

Partai Golkar sendiri, memilih tidak ikut membahas APBDP tahun 2024 Kota Tomohon karena menilai pembahasannya tidak sesuai mekanisme dan cenderung langgar aturan.

Ada beberapa alasan mendasar pembahasan bahkan penetapan APBDP belum bisa dilaksanakan sebelum terbentuknya AKD dan  Badan Anggaran (Banggar), antaranya konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dan, hal ini belum dilakukan.

Berdasarkan PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, pembahasan APBDP harus mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Penyusunan APBD.

”Jika tidak ada konsultasi resmi dengan Kemendagri terkait waktu yang tepat untuk pembahasan APBDP setelah pelantikan DPRD baru, maka pembahasan tersebut dapat dianggap cacat hukum,” tegas Gerard Lapian.

Langkah yang dilakukan oleh DPRD Kota Tomohon saat ini, karena AKD belum lengkap terbentuk, terutama Banggar, dilakukan pembahasan melalui Panitia Khusus (Pansus) yang dibentuk.

Pembentukan Panitia Khusus (Pansus) oleh DPRD untuk membahas APBD Perubahan (APBDP) memang diperbolehkan, tetapi harus mengikuti beberapa ketentuan dan prosedur yang jelas diatur dalam regulasi, terutama yang berkaitan dengan fungsi dan kewenangan alat kelengkapan DPRD.

”Pansus dapat dibentuk jika ada kebutuhan pembahasan mendalam atau jika Banggar belum bisa melakukan pembahasan karena alasan tertentu. Namun, PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD menegaskan bahwa Banggar adalah badan yang berwenang dalam membahas APBD, termasuk APBDP. Oleh karena itu, pembentukan Pansus untuk membahas APBDP bisa saja dilakukan asalkan mengikuti ketentuan yang ada dan tidak mengesampingkan peran Banggar,” urai Lapian.

Jika pembahasan APBDP tetap dipaksakan dilakukan dengan membentuk Pansus tanpa terlebih dahulu membentuk Alat Kelengkapan AKD, khususnya Banggar dan tanpa adanya pimpinan DPRD definitif, terdapat sejumlah konsekuensi serius yang dapat timbul.

Jika ada pihak yang merasa dirugikan, baik itu masyarakat, pemerintah daerah, atau anggota DPRD lain, mereka dapat mengajukan gugatan terhadap proses tersebut. Ini akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan membahayakan pelaksanaan program-program yang diatur dalam APBDP.

Akibatnya, anggaran yang disahkan dalam kondisi ini mungkin tidak dapat dilaksanakan atau digunakan oleh pemerintah daerah. Hal ini bisa berimbas terhentinya proyek atau layanan yang bergantung pada anggaran tersebut, merugikan masyarakat dan pemerintah daerah.

”Jangan sampai masyarakat yang dirugikan. Karena tugas dewan adalah untuk mensejahterakan masyarakat, bukan sebaliknya merugikan masyarakat,” tandas Lapian.

Efek lain yang ditimbulkan akibat APBDP tidak dibahas melalui mekanisme yang benar, adalah instabilitas politik dan pemerintahan. Jadi, harusnya pembahasan anggaran melibatkan pimpinan DPRD definitif dan AKD termasuk Banggar agar ada koordinasi yang kuat antara DPRD dan pemerintah daerah. (red)