MANADO, gosulut.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Utara telah melansir Daftar Pemilih Sementara (DPS) untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Total pemilih sebanyak 1.957.278 orang. Dari data tersebut tercatat Generasi X dan Milenial atau Generasi Y yang mendominasi pemilih, masing-masing 580.929 jiwa atau 29,7 persen dan 559.513 atau 28,6 persen.
Ketua Divisi Perencanaan, Data, dan Informasi KPU Sulut Lanny Ointoe menjelaskan KPU saat pertama kali turun untuk proses pemutakhiran data, petugas pendata sudah harus bisa memetakan seluruh data yang ada.
“Artinya sudah bisa mengklasifikasikan sesuai dengan kategori. Bukan hanya dari usia, tapi jenis kelamin sampai dengan alamat harus kami petakan untuk menempatkan pemilih dalam TPS,” katanya.
Pemerhati Politik dan Sosial dari Unsrat Manado Stefan Obadja Voges berpendapat, hal ini tentunya merupakan amanah dari undang-undang Pemilu terbaru. Dimana aturan tersebut mewajibkan KPU untuk mengumumkan secara terbuka berapa jumlah DPT demi transparansi Pemilu yang berazaskan Luber dan Jurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil) serta damai.
SOV–sapaan para kolega berdasarkan akronim nama lengkapnya–menambahkan dengan ditambahkannya detail pembagian usia berdasarkan klasifikasi generasi yang juga adalah sebagai sebuah kreatifitas spontan penyelenggara. Kata dosen Fakultas Hukum Unsrat ini, sepertinya KPU ingin menunjukkan inovasi mereka dalam pengolahan data.
“Sudah pasti sangat positif. Hal ini dimungkinkan dengan adanya kemajuan teknologi aplikasi pendataan,” tambahnya.
Terkait dengan usia pemilih yang juga dipetakan atau klasifikasi berdasarkan usia tersebut, sambung Lanny Ointu, tentunya sebagai informasi untuk penyelenggara pemilihan (KPU, red).
“Juga sebagai target kami untuk melakukan sosialisasi kepada pemilih. Contoh, jika kami ingin melakukan sosialisasi terkait Pilkada kepada pemilih Generasi Z, maka sasaran kami adalah sekolah dan kampus sehingga sasarannya jelas dan output-nya terukur,” ujar Lanny.
Pemerhati Politik dan Pemerintahan Toar Palilingan berpendapat pembagian klasifikasi usia pemilih ini seharusnya memudahkan pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur dan tim pengusung untuk memetakan strategi. Katanya, pasti ada pertimbangan untuk menggarap Genenasi X dan Generasi Milenial (Gen Y) sebagai pemilih dominan.
“Pastinya juga faktor etnis, golongan, serta populasi kewilayahan/geografi jadi pertimbangan,” kata mantan Ketua Panwaslu (sekarang Bawaslu) Sulut pertama itu.
Namun, kata Toar, semua dikembalikan pada para ketua umum partai politik masing-masing, baik yang memiliki seat maupun parpol non seat pasca-putusan Mahkamah Konstitusi.
“Daerah hanya melakukan pemetaan politik dengan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk usia pemilih. Kemudian menyerahkan sepenuhnya kepada pengambil keputusan yakni petinggi Parpol di tingkat pusat,” ujarnya.
“Kesimpulannya untuk tingkatan bakal pasangan calon dan Paslon lebih ditentukan oleh elit partai. Tapi untuk siapa yang akan jadi Paslon terpilih, tergantung suara rakyat pemilih,” kata dosen Hukum Tata Negara ini seraya menambahkan yang tidak kalah pentingnya juga ongkos politik berupa biaya saksi dan operasional lainnya.
Setali tiga uang, Stefan Voges juga sependapat dengan seniornya, Toar Palilingan, perihal pembagian klasifikasi usia pemilih ini. Kata kandidat doktor hukum ini bahwa selain membantu publik terkait data yang dipaparkan secara nyata, juga akan sangat membantu bagi strategi marketing politik yang akan diterapkan masing-masing calon yang akan bertarung dalam Pilgub dan Pilkada nanti.
“Dalam pemilu modern, kemenangan peserta Pemilu sangat ditentukan oleh strategi dan marketing politik yang diterapkan. Strategi dan marketing politik yang diterapkan pastinya akan berdasarkan market pemilih yang terbagi atas zona usia, zona etnik, zona golongan, zona agama, dan hal lain. Setiap zona memiliki treatment yang berbeda-beda Think tank atau konsultan politik dari masing-masing peserta pemilihan harus mampu mendeteksi market pemilih secara tepat agar bisa menggenjot peroleh suara,” beber Voges.
“Oleh karena itu saya mengapresiasi upaya informasi KPU ini. Karena dengan demikian akan sangat membantu proses Pemilu menjadi semakin berkualitas dan berbasis data,” tambah Voges.
Sementara pemerhati politik dan kemasyarakatan Universitas Negeri Manado (Unima) berpendapat grafik yang ditampilkan KPU Sulut ini menunjukkan dominasi Generasi X. Kata dosen ahli lingkungan ini, menghadapi pemilih dominan dari Generasi X di Sulut, pasangan calon dan pengusungnya perlu menyesuaikan strategi kampanye mereka untuk mencerminkan preferensi generasi ini, yang sering kali berada di antara generasi baby boomers dan milenial dalam hal nilai-nilai dan prioritas.
Mantan aktivis sejumlah organisasi intra dan ekstra kampus ini pun mencoba memetakan topik yang disukai oleh generasi pemilih dominan ini. Antara lain: Stabilitas ekonomi dan kesejahteraan keluarga. Katanya, Generasi X biasanya berada pada tahap kehidupan yang mengutamakan kestabilan karir dan kesejahteraan keluarga. “Kampanye yang fokus pada peningkatan ekonomi, keamanan pekerjaan, pendidikan anak, dan kesejahteraan keluarga akan sangat menarik perhatian mereka,” ujar Ferol dosen Teknik Arsitektur Unima ini.
Selanjutnya topik kombinasi media tradisional dan digital. Meskipun Generasi X menggunakan teknologi digital, tambahnya, mereka masih mengandalkan media tradisional seperti televisi, radio, dan surat kabar.
Calon dan pengusung harus menggunakan pendekatan campuran yang mencakup media tradisional dan kampanye digital agar dapat menjangkau pemilih ini secara lebih luas,” beber sosok yang juga mewakili Gen X ini.
Ada pula topik pemberdayaan dan peningkatan keterampilan. Menurutnya, Generasi X ini juga tertarik pada kesempatan untuk berkembang, baik dalam pekerjaan maupun keterampilan.
“Program yang mendukung pendidikan berkelanjutan, pelatihan keterampilan baru, dan peluang karir yang lebih baik akan menjadi nilai tambah,” ungkap dosen yang dipercaya sebagai Tim Seleksi Anggota Bawaslu Kalimantan Timur dan salah satu penulis buku “Manajemen Risiko Pemilu Indonesia 2024” itu.
Tak ketinggalan juga sosok yang mewakili pemilih Generasi Z, Mineshia Lesawengen. Salah satu anak muda Sulut yang ‘sangat melek’ soal kepemiluan ini berpendapat, proses transisi demografi makin menandakan poros pemilih muda sangat banyak. Cewek kelahiran Tahun 2000 ini melihat grafik data pemilih ini menunjukkan klasifikasi usia Generasi Z dan Generasi Milenial jumlahnya sangat banyak.
“Untuk usia ini, saya melihat kategori ini adalah sering dicap ahistoris dan suka gimmik. Pilihan mereka dianggap tidak mencerminkan rasionalitas pemilih. Nyatanya, sebagian besar pilihan mereka justru dipengaruhi orangtua dan orang di sekitarnya. Sementara pilihan politik sebagian besar orang Indonesia masih didorong oleh emosi,” beber cewek yang lulus kuliah dari Fisipol Unsrat tanpa ujian skripsi berkat karya ilmiah ‘Political Marketing and Electability: Studi Dampak Game Online Sebagai Media Marketing Politik Terhadap Elektabilitas Kandidat Pilkada Gubernur di Sulawesi Utara’ ini.
Namun, kata Mineshia, jika pemilih muda berasal dari keluarga yang memiliki minat terhadap isu-isu politik, minat pemilih pemula ini terhadap politik semakin kuat pula.
“Bisa dikatakan mereka akan masuk dalam kategori pemilih rasional,” ujar salah satu ‘anak didik’ pakar kepemiluan Ferry Daud Liando ini.
Sekadar referensi, KPU Sulut dalam menampilkan DPS juga memetakan pemilih berdasarkan klasifikasi usia dan gender. Pada grafik itu ada pembagian segmentasi usia. Yakni Gen Z (17-24 tahun) 18,6% (363,728 pemilih), Gen Y atau milenial (23-39 tahun) 28,6% (559,513 pemilih), Gen X (40-55 tahun) 29,7% (580,929 pemilih), Baby boomer (56-76 tahun) 20,9% (409,635 pemilih), dan Lansia (76 tahun ke atas) 2,2% (43,473 pemilih). Ada juga segmentasi berdasarkan gender, yakni laki-laki 50,43% (987,091) dan perempuan 49,57% (970,187).(**/red)
Editor/Peliput: Bahtin Razak