
JAKARTA, gosulut.com – Pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rangka HUT ke-79 Republik Indonesia di Ibu Kota Nusantara (IKN) terkait pelaksanaan transisi energi berkeadilan selama pemerintahannya, cenderung basa-basi.
“Kenyataannya selama pemerintahannya, Presiden Jokowi tidak pernah serius menjalankan transisi energi,” ujar Indonesia Team Lead 350.org Firdaus Cahyadi dalam rilis resminya.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi dalam pidatonya mengungkapkan bahwa transisi energi berkeadilan adalah transisi yang menghasilkan energi terbarukan yang mudah diakses dan terjangkau bagi masyarakat.
“Jika itu yang diinginkan maka logikanya, energi harus didekatkan dengan masyarakat. Sentralisasi energi harus diubah menjadi demokratisasi energi,” ungkapnya. “Namun, faktanya dalam Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) Just Energy Transition Partnership (JETP) tidak satupun memberikan peluang bagi pengembangan energi terbarukan berbasis komunitas,” tukas Firdaus.
Menurut Firdaus Cahyadi, CIPP JETP justru mengarahkan investasinya ke pengembangan energi terbarukan berskala besar yang berpotensi memperburuk konflik sosial dengan masyarakat lokal, dari konflik agraria hingga lingkungan hidup.
“Bukan hanya itu, skema pendanaan transisi energi dalam JETP juga didominasi utang luar negeri,” tukas Firdaus Cahyadi. “Ini akan memberatkan pembayar pajak di Indonesia dan mustahil Presiden tidak mengetahui soal ini.”
Bukan hanya terkait dengan JETP. “Jokowi juga secara sadar membagi bagi konsesi tambang batubara untuk ormas keagamaan.
“Kebijakan itu fatal dan menunjukan bahwa sebenarnya Presiden Jokowi hanya basa-basi menjalankan transisi energi,” ujar Firdaus Cahyadi menegaskan.
Keterlibatan ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah dalam bisnis energi kotor batubara, lanjut Firdaus Cahyadi, bukan hanya akan mencuci dosa ekologi industri kotor batubara namun juga akan memperlemah gagasan transisi energi dan perubahan iklim di Indonesia.
“Setelah terlibat dalam bisnis energi kotor batubara, kedua ormas keagamaan itu bisa dipastikan akan menjadi penentang setiap gagasan yang menginginkan agar pemerintah memiliki komitmen serius terhadap penanganan krisis iklim dan transisi energi,” ungkapnya. “Gagasan agar pemerintah memperkuat komitmennya terhadap krisis iklim dan transisi energi akan berpotensi mengganggu bisnis energi kotor batubara mereka.”
Terkait dengan itu, Firdaus Cahyadi menyarankan agar di akhir masa jabatannya Presiden Jokowi lebih serius berkomitmen terhadap pelaksanaan transisi energi.
“Stop basa-basi terkait transisi energi. Saatnya, Jokowi membangun legacy (peninggalan) yang baik terkait penanganan krisis iklim dan transisi energi di Indonesia,” tukasnya.(red)