MANADO, gosulut.com – Pascabencana erupsi Gunung Ruang, Tagulandang, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, Pemerintah gerak cepat menyiapkan hunian tetap untuk warga yang direlokasi. Saat ini di lokasi, di Desa Modisi, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, sementara penataan lahan untuk pembangunan.
“Tanahnya seluas 10 hektare lebih. Akan dibangun rumah untuk 301 keluarga yang dipindahkan dari Pulau Ruang,” kata Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey.
Menurut Gubernur Olly Dondokambey, relokasi warga dari dua desa yakni Laing Patehi dan Paumpente ke Desa Modisi, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan itu, rencananya Oktober atau November 2024. Tahap awal pembangunan lokasi relokasi rencananya akan dimulai pada 1 Juni 2024, dan akan diselesaikan selama lima bulan.
“Fasilitas umum dan sosial pendukung kawasan di lokasi relokasi pun akan disesuaikan berdasarkan situasi yang ada di Pulau Ruang. Paling lambat November 2024 sudah siap ditempati,” ungkap Gubernur Olly.
Katanya, sesuai pendataan tim pemerintah pusat dan daerah, sejauh ini ada enam fasilitas umum dan sosial pendukung kawasan di lokasi relokasi. Antara lain balai warga dua unit, sarana olahraga dua unit, tempat ibadah lima unit, sarana pendidikan empat unit, sarana kesehatan (puskesmas/pustu) dua unit, dan satu tambatan perahu.
Selain itu, lanjut Olly, setiap nelayan akan diberikan perahu disertai mesin agar bisa digunakan untuk mencari nafkah. Pemerintah pun akan menyiapkan satu perahu berukuran 5 GT tetapi harus membentuk kelompok nelayan dan koperasi.
“Masuk (lokasi relokasi, red) situ sudah clear. Semua ada. Kelompok nelayan nanti akan dapat perahu dengan mesinnya 5 GT,” bebernya.
Sementara Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sulut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nurdiana Habibie mengaku pihaknya telah menerima penugasan dari pemerintah pusat terkait. Tugas untuk BPPW Sulut antara lain, pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM); bangunan ibadah 5 unit; kantor desa 2 unit; Posyandu dan Pustu; sarana olahraga; lanskap dan taman bermain anak; Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah; gedung sekolah TK/PAUD, SD, dan SMP; tambatan perahu sederhana.
“Kontrak kerjanya sudah ditandatangani dengan perusahaan pelaksana konstruksi dan konsultan. Saat ini sedang dalam proses pematangan lahan di lokasi,” ungkap Nurdiana didampingi PPK PKP Jubelino Legi.
Mereka menambahkan bahwa sistemnya tanpa tender lebih dulu. Tapi dibangun dulu kemudian ada pembayaran atau Built, Operated, Transfer (BOT). “Tapi harus diaudit lebih dulu oleh BPKP sebelum ada pembayaran. Mirip pembangunan rumah sakit infeksi di gedung Kitawaya Kairagi,” tambah Legi.
Kepala Balai Pelaksanaan Penyediaan Perumahan (BP2P) Sulawesi 1 Recky Walter Lahope menjelaskan, pihaknya mendapat tugas membangun 287 unit rumah untuk 301 KK pengungsi, jalan akses permukiman, saluran sepanjang jalan akses permukiman, dan sambungan rumah (SR) air minum setiap rumah.
“Tipe rumah 36, sama seperti yang dibangun di Amurang,” ungkap Lahope didampingi PPK Pembangunan Rumah Susun dan Rumah Khusus Lanny Mamudi.
Ditambahkan juga bahwa proses pembangunan sama seperti yang dilakoni BPPW Sulut, yakni BOT. “Sebelum ada pembayaran oleh Kementerian PUPR, harus direviu oleh BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) terlebih dulu,” ungkap Mamudi dan dibenarkan Lahope.
Selain itu, karena lokasinya berada di komplek pantai, maka pemerintah juga memitigasi lokasi tersebut dari ancaman ombak. Makanya, Kementerian PUPR juga menugaskan Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS) 1 untuk membangun pemecah ombak dan pengaman pantai.
Menurut Kepala Seksi Pelaksanaan BWSS 1 Alanos Kawengian, pihaknya mendapat tugas nanti setelah seluruh rumah dan fasilitas sosial terbangun. Katanya juga, pembangunan pengaman pantai oleh BWSS 1 tidak bersistem BOT, namun dibangun dengan anggaran APBN reguler.
“Kami sementara rencanakan. Nanti pembangunannya dibiayai APBN reguler tahun depan (2025, red), bukan BOT,” ungkapnya.
Sementara sejumlah warga pengungsi yang masih menempati rumah-rumah saudara mereka yang tersebar di Manado, Minut, dan Bitung, berharap rencana pembangunan ini secepatnya selesai, agar mereka sudah lebih leluasa beraktivitas.
“Tidak enak juga terus-terusan menumpang di rumah saudara, walaupun sebagian dari kami ada yang sudah kerja meskipun hanya buruh kasar. Kami turut berdoa semoga pembagunannya lancar dan kami segera pindah ke sana,” ungkap sejumlah pengungsi yang berada di wilayah Kecamatan Singkil, Manado.(**)
Peliput/Editor: Bahtin Razak