Kondisi awal jalan perkebunan Kondisi setelah jalan terbangun
TONDANO — Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memberi perhatian terhadap kesejahteraan rakyat lewat pembukaan akses pertanian. Seperti yang dilaksanakan di Desa Kapataran 1, Kecematan Lembean Timur, Minahasa, pada 2019 lalu.
Lewat program peningkatan kawasan permukiman perdesaan oleh Ditjen Cipta Karya, di desa yang dominan adalah areal perkebunan tersebut kini telah terbangun jalan tani sepanjang 2,3 kilometer dengan lebar badan jalan hampir 8 meter.
“Sebelumnya jalan itu hanya untuk jalan orang, dan paling maksimal bisa dilewati roda sapi. Itu yang terdata saat kami melakukan survey awal,” kata Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sulut Kementerian PUPR Rus’an Nur Taib.
Rus’an menambahkan, pihaknya bersemangat membuka jalan perkebunan tersebut karena masyarakat sekitar sebagai penerima manfaat sangat mendukung. Ditambah lagi pemerintah setempat mengawal langsung seluruh prosesnya, baik administrasi maupun pembangunan.
“Bisa dibayangkan sumbangan masyarakat berupa lahan dan tanaman untuk membuka badan jalan sampai 8 meter itu, yang sebelumnya hanya satu meter sebagai jalan untuk orang. Kalau tidak ada kerelaan masyarakat, tidak mungkin jalan itu bisa terbuka seperti saat ini,” tambahnya.
Sekadar informasi, saat ini jalan perkebunan tersebut telah terbuka lebar dengan badan jalan aspal lapis penetrasi (lapen) selebar 4,5 meter. Dengan panjang mencapai 2,3 kilometer. Sejak akhir 2019 lalu sudah digunakan oleh masyarakat pemilik dan penggarap lahan di kawasan tersebut.
Jendri Lomboan, salah satu warga penerima manfaat, pemilik lahan perkebunan, mengaku bahwa manfaat jalan baru ini sangat besar. Yakni dari sisi transportasi. Baik transportasi harian pergi pulang kebun, maupun angkutan panen.
“Yang pasti, biaya transpor untuk panen sekarang sudah berkurang jauh. Dulunya, pakai pulangan (kereta karapan sapi, red) 1 ret dengan muatan hanya 8 karung biayanya 100 ribu. Sekarang langsung di pinggir jalan dengan mobil pikap dengan muatan lebih dari 1 ton,” ungkap Lomboan, warga Jaga 7 Kapataran 1.
Jendri menambahkan, setelah terbuka jalan itu para pemilik lahan perkebunan di kawasan itu juga mulai beramai-ramai mulai membuka lahan perkebunannya.
“Banyak lahan tidur yang terbengkalai, tapi sekarang sudah mulai digarap pemiliknya. Apalagi belakangan ini harga cengkih dan kopra jatuh. Biaya pengolahan tidak tertutupi dengan hasil,” ungkap pemilik lahan di ujung jalan yang baru itu.
Senada dengan Lomboan, Kepala Jaga 7 Desa Kapatan 1 Jufriser Watulingas mengatakan para pemilik lahan yang kena pelebaran jalan tersebut dengan ikhlas memberikan lahannya tanpa ganti rugi. Pasalnya, sejak awal mereka berharap ada pembangunan jalan tersebut karena selama ini mereka terkendala dengan biaya transportasi pasca panen.
“Sekarang sudah mulai banyak yang membersihkan kebunnya, dulunya itu dibiarkan jadi lahan tidur. Ada yang mau tanam jagung, vanili, dan cengkih. Saya juga sudah membuka lahan di samping Pak Jendri itu,” ungkapnya.
Lomboan dan Watulingas pun berharap agar sisa jalan yang belum terbuka bisa dilanjutkan hingga ke jalan utama di pinggir pantai. Karena masih banyak lahan perkebunan yang belum tergarap di kawasan tersebut.
“Pemilik lahan di sana sudah melihat yang di bagian sini. Dulu hanya pakai pulangan, sekarang mobil truk pun sudah boleh ‘sandar’ di kebun. Mereka juga berharap seperti di jalan sini,” ungkap Watulingas.
Soal harapan dan usulan ini, Rus’an didampingi PPK Bangkim Sulut Ognerius Tondoilo menjelaskan bahwa kelanjutannya bergantung kepada Pemkab Minahasa. Sebab, untuk jalan tani atau perkebunan merupakan kewenangan Pemkab.
“Untuk kegiatan ini kami hanya mendapat penugasan untuk membantu lewat dana APBN. Istilahnya jadi stimulus program. Nanti kelanjutannya, pemerintah desa dan kecamatan silahkan mengusulkan ke Pemkab Minahasa,” kata Rus’an.(**)